Advokat Surjono: Batasan Pembelaan Diri Berdasarkan KUHP

MEDIAANDALAS.COM, MALANG KOTA – Tindak pidana merupakan suatu pelanggaran norma yang dengan sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh seorang pelaku tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana meliputi: perbuatan dan akibat, perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana.
Apakah orang yang melakukan perbuatan kemudian juga dijatuhi pidana? sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan.
Sebab dalam pertanggungjawaban pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, pembelaan terpaksa merupakan pembelaan hak terhadap ketidakadilan, sehingga seseorang yang melakukan perbuatan dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana oleh undang-undang dimaafkan karena pembelaan terpaksa.
Yang melatarbelakangi permasalahan dalam penulisan ini ialah apa saja yang menjadi alasan penghapus pidana menurut Kitab Undangundang Hukum Pidana, serta bagaimana sifat pembelaan terpidana yang menjadi alasan penghapus pidana. pengaturan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) KUHP menyebutkan: Barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukannya untuk mempertahankan dirinya atau diri orang lain mempertahankan kehormatan atau harta benda sendiri atau kepunyaan orang lain dari kepada seorang yang melawan hak dan merancang dengan segera pada saat itu juga tidak boleh dihukum.
Aparat penegak hukum perlu menentukan apakah sebuah kejadian merupakan lingkup perbuatan pembelaan diri atau tidak dengan mempertimbangkan unsur-unsur pembelaan diri yang ditentukan oleh undang-undang. Pembelaan diri diatur dalam Pasal 49 KUHP dibagi menjadi dua jenis yaitu pembelaan diri dan pembelaan diri luar biasa.
Advokat H. Surjono, S.H, M.H dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Surjo & Partners menerangkan, “Di dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP menjelaskan pembelaan diri merupakan tindak pidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain yang terjadi karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.” Senin (17/04/23).
Lanjut Advokat Senior Malang Kota ini, “Sementara itu, pembelaan diri luar biasa dijelaskan dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP yang berbunyi, pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Dalam perbuatan pembelaan diri, tidak semua segala perbuatan membela diri dapat dijustifikasi oleh pasal tersebut, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pembelaan diri, yaitu:
- Serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan, seketika itu pula dia melakukan pembelaan.
- Serangan tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri atau orang lain.
- Pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas.
- Pembelaan harus seimbang dengan serangan dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum.
“Pasal 49 KUHP digunakan sebagai alasan pemaaf dan bukan untuk pembenaran perbuatan melanggar hukum. Hal ini karena seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana, dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan tersebut.” Urai Advokat H. Surjono, S.H, M.H.

Advokat Penerima Penghargaan dari Kapolresta Malang Kota ini mengutip ulasan dari R. Soesilo dalam buku ‘Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan, ada 3 syarat pembelaan darurat, yaitu:
- Perbuatan yang dilakukan harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan. Pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain. Di sini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya. Untuk membela kepentingan yang tidak berarti misalnya, orang tidak boleh membunuh atau melukai orang lain.
- Pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan-kepentingan yang disebut dalam pasal tersebut, yaitu badan, kehormatan, dan barang diri sendiri atau orang lain.
- Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga.
KUHP mengatur mengenai perbuatan yang dilakukan seseorang untuk mempertahankan diri atau barangnya dari serangan melawan hak. Pembelaan darurat dalam rangka mempertahankan diri, tidak dapat dikatakan melanggar asas praduga tidak bersalah atau dikatakan main hakim sendiri.” Paparnya.
“Aparat penegak hukum perlu menentukan apakah sebuah kejadian merupakan lingkup perbuatan pembelaan diri atau tidak dengan mempertimbangkan unsur-unsur pembelaan diri yang ditentukan oleh undang-undang.” Ujarnya.
“Keseimbangan antara kepentingan hukum yang dilindungi dari serangan dengan kepentingan hukum dilanggar dengan pembelaan atau keseimbangan antara cara pembelaan yang dilakukan dengan cara serangan yang diterima.” Tukas Advokat Surjono.
Jika terdapat cara perlindungan lain untuk menjauhkan serangan dan ancaman, maka pembelaan tidak boleh dilakukan dengan memilih cara paling berat dengan mengorbankan nyawa seseorang.
Pada pembelaan diri luar biasa, tindakan pembelaan diri yang melampaui batas disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat. Tindakan tersebut tetap dianggap melawan hukum, namun tidak dijatuhi pidana karena jiwa yang terguncang menjadi alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa.
Pembelaan diri terpaksa yang melampaui batas menjadi dasar alasan pemaaf yang mengahapuskan keselahan orang tersebut. Pertanyaannya adalah sejauh mana batasan pembelaan diri sebelum perbuatan itu menjadi tindak pidana lain?
Pembelaan diri pada Pasal 49 KUHP dibagi menjadi dua yaitu Pembelaan Diri (Noodweer) dan Pembelaan Diri Luar Biasa (Noodweer Excess). Dalam penulisan ini, pembelaan diri luar biasa akan menjadi fokus utama yang akan dibahas. Sementara itu, pembelaan luar biasa atau pembelaan di luar batas diatur dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP. Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang pembelaan diri berbunyi:
“Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.”
Sedangkan Pasal 49 ayat (2) KUHP mengatur tentang pembelaan diri luar biasa berbunyi:
“Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.”
Tidak serta merta segala perbuatan pembelaan diri yang dilakukan dapat dijustifikasi oleh pasal ini. Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa unsur yang harus dipenuhi seperti: [1]
- serangan dan ancaman yang melawan hak yang mendadak dan harus bersifat seketika (sedang dan masih berlangsung) yang berarti tidak ada jarak waktu yang lama, begitu orang tersebut mengerti adanya serangan, seketika itu pula dia melakukan pembelaan;
- serangan tersebut bersifat melawan hukum, dan ditujukan kepada tubuh, kehormatan, dan harta benda baik punya sendiri atau orang lain;
- pembelaan tersebut harus bertujuan untuk menghentikan serangan, yang dianggap perlu dan patut untuk dilakukan berdasarkan asas proporsionalitas dan subsidiaritas. Pembelaan harus seimbang dengan serangan, dan tidak ada cara lain untuk melindungi diri kecuali dengan melakukan pembelaan dimana perbuatan tersebut melawan hukum.
Pasal ini digunakan sebagai alasan pemaaf, tetapi bukan alasan yang membenarkan perbuatan melanggar hukum, melainkan seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana dapat dimaafkan karena terjadi pelanggaran hukum yang mendahului perbuatan itu. [2]
Hal yang membedakan kedua pembelaan ini adalah adanya goncangan jiwa yang sangat hebat pada pembelaan diri luar biasa. Berdasarkan penafsiran gramatikal, kegoncangan jiwa yang hebat adalah suatu keadaan batin atau jiwa seseorang yang tidak tetap, dalam artian menimbulkan suatu goncangan yang menyebabkan perasaan gelisah, perasaan takut, perasaan tidak aman, perasaan cemas yang dirasakan secara teramat sangat (dahsyat) yang berakibat terganggunya keadaan jiwa atau batin seseorang. [3]
Hal tersebutlah yang menyebabkan batas-batas keperluan pembelaan dilampaui. Batas-batas dari suatu pembelaan telah dilampaui apabila setelah pembelaan yang sebenarnya itu telah selesai, orang tersebut masih tetap menyerang penyerang, walaupun serangan dari penyerang itu sendiri sebenarnya telah berakhir.
Menentukan pertanggungjawaban seseorang atas perbuatannya dapat dilakukan dengan cara meninjau keadaan jiwa seseorang dan meninjau antara perbuatan dengan kejiwaan pelaku. Pada pembelaan diri luar biasa, tindakan yang dilakukan melampaui batas disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat.
Tindakan tersebut tetap dianggap melawan hukum, namun tidak dijatuhi pidana karena jiwa yang terguncang menjadi alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa, sehingga tidak dipidana karena dianggap tidak ada kesalahan. Maka dari itu, pembelaan terpaksa yang melampaui batas menjadi dasar alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan orang tersebut. [4]
Dalam menentukan sebuah kejadian merupakan lingkup perbuatan membela diri, aparat penegak hukum perlu meninjau satu persatu kronologi kejadian dengan memperhatikan unsur-unsur pembelaan diri yang telah ditentukan undang-undang pada peristiwa-peristiwa itu.
Keseimbangan antara kepentingan hukum yang dilindungi dari serangan dengan kepentingan hukum dilanggar dengan pembelaan atau keseimbangan antara cara pembelaan yang dilakukan dengan cara serangan yang diterima. Apabila terdapat cara perlindungan lain untuk menghalau serangan atau ancaman, maka pembelaan tidak boleh dilakukan dengan memilih cara paling berat dengan mengorbankan nyawa seseorang. [5]
Maka, dapat disimpulkan bahwa, pembelaan terpaksa menekankan pada pembelaan atau pertahanan diri yang dilakukan oleh seseorang bersamaan ketika ada ancaman yang datang kepadanya.
Batas-batas dari suatu pembelaan telah dilampaui apabila setelah pembelaan yang sebenarnya itu telah selesai, orang tersebut masih tetap menyerang penyerang, walaupun serangan dari penyerang itu telah berakhir. Pada pembelaan diri luar biasa, keadaan jiwa yang terguncanglah yang menyebabkan batas pembelaan diri dilampaui.
Kejelian para penegak hukum dalam menerapkan aturan Pasal 49 KUHP sangat diperlukan sebab aturan tersebut merupakan sebuah perlindungan hukum bagi mereka yang dianggap berhak untuk melakukan suatu perbuatan tertentu sebagai bentuk pembelaan terpaksa.
Editor : Eka Himawan
Dasar Hukum:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad Tahun 1915 Nomor 732).
Referensi:
[1] Wenlly Dumgair, “Pembelaan Terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (Noodweer Exces) sebagai Alasan Penghapus Pidana.” Lex Crimen, vol. 5, no. 5, 2016. halaman 64.
[2] Roy R Tabaluyan, “Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut Pasal 49 KUHP.” Lex Crimen, vol. 4, no. 6, 2015. halaman 26.
[3] Wardhana, Arya B. “Makna Yuridis Kegoncangan Jiwa yang Hebat dalam Pasal 49 Ayat (2) KUHP Berkaitan dengan Tindak Pidana Penganiayaan.” Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2015.
[4] Roy R Tabaluyan, op. cit. halaman 35.
[5] Wenlly Dumgair, op.cit. halaman 62.