AJH Center: Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana

MEDIAANDALAS.COM, KAB. CIREBON – Indonesia merupakan negara hukum, hal tersebut tercantum dalam Undang- undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara Hukum”. Sebagai negara hukum tentunya Indonesia memiliki hukum untuk mengatur prilaku warga negara dan penduduknya, Hukum tersebut antara lain hukum pidana, hukum perdata, hukum agama, dan hukum negara.
Berbicara tentang hukum, maka dalam artikel kali ini AJH Konsultan akan mengulas Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Menurut Abdul Jalil Hamzah, S.H, M.Kn, sebagai Direktur Eksekutif AJH Konsultan sekaligus Pendiri AJH Center menjelaskan tentang Perbuatan Melawan Hukum, yang dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifikasi sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:
Pertama, Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
Kedua, Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
Ketiga, Bertentangan dengan kesusilaan;
Keempat, Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Dalam konteks hukum pidana, “melawan hukum” (Wederrechtelijk) dibedakan menjadi:
- Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.
- Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel).
Menurut mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), Dalam Hukum Pidana Indonesia, dikutip dari buku Andi Hamzah hal. 168, Abdul Jalil Hamzah berpendapat bahwa “melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik sebagai “melawan hukum secara khusus” (contoh Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP), sedangkan “melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai “melawan hukum secara umum” (contoh Pasal 351 KUHP).
“Hal ini benar-benar diterapkan dalam hukum positif di Indonesia, contohnya dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”).” Ujarnya.
“Dalam Pasal 2 UU Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan unsur “melawan hukum”.” Terang Abdul Jalil Hamzah dalam ulasannya. Senin (17/04/23).
Lebih jelas lagi, menurut salah satu Praktisi Hukum dan Bisnis dalam Kajian Prespektif Bidang Akademis ini menuturkan, di dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan:
Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
“Perbedaan perbuatan “melawan hukum” dalam konteks Hukum Pidana dengan konteks Hukum Perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum Pidana yang bersifat publik dan Hukum Perdata yang bersifat privat.” Terangnya.
Abdul Jalil Hamzah mengulas, menurut pendapat dari Munir Fuady dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), yang menyatakan:
“Hanya saja yang membedakan antara perbuatan (melawan hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.”
Hukum Pidana dan Hukum Perdata adalah hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat, karena kedua hukum tersebut banyak berkaitan dengan masyarakat. Meski bukan merupakan istilah yang asing, namun sebagian besar masyarakat tidak memahami secara mendalam mengenai hukum perdata dan pidana ini.
Hal itu disebabkan karena kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang hukum belum begitu baik. Untuk itu, AJH Konsultan diakhir tulisan artikel kali ini memberikan perbedaan-perbedaan antara hukum pidana dengan hukum perdata secara sederhana agar mudah dipahami oleh pembaca. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain adalah:
Perbedaan Pengertian
- Hukum Pidana merupakan hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat (warga negara) dengan negara yang menguasai tata tertib dalam masyarakat tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan, dengan adanya ancaman sanksi tertentu.
- Hukum perdata merupakan hubungan hukum antara orang yang satu dan yang lainnya yang mengatur hubungan antara individu dengan individu, fokus dari hukum perdata adalah kepentingan personal atau kepentingan individu.
Perbedaan Isinya
- Hukum Perdata mengatur hubungan-hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan
- Hukum Pidana mengatur hubungan-hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
Perbedaan Pelaksanaannya
- Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang mengadu, menjadi penggugat dalam perkara itu.
- Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-hukum pidana (delik = tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan Negara seperti Polisi, Jaksa dan Hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (Polisi) tentang tindak-pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi penggugat adalah Penuntut Umum itu (Jaksa).
Perbedaan Menafsirkan
- Hukum Perdata memperbolehkan untuk mengadakan macam-macam interprestasi terhadap Undang-Undang Hukum Perdata
- Hukum Pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam Undang-Undang Pidana itu sendiri. Hukum Pidana hanya mengenal penafsiran authentik, yaitu penafsiran yang tercantum Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri
Vicarious Liability Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Pemilik sebuah gedung apabila gedung tersebut ambruk, baik seluruhnya atau sebagian.
Vicarious liability dapat digunakan dalam menentukan pihak yang bertanggung jawab atau menerima gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum. [4] Akan tetapi, terdapat batasan dalam pembebanan tanggung jawab atas dasar vicarious liability.
Batasan tersebut diatur dalam Pasal 1367 ayat (5) KUHPer, yang menyebutkan bahwa tanggung jawab tersebut berakhir apabila orang tua, guru sekolah atau kepala tukang dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan dari pihak yang menjadi tanggung jawab mereka.
Dengan itu, maka dapat disimpulkan bahwa vicarious liability merupakan tanggung jawab yang dibebankan kepada seseorang atas orang lain yang berada di bawah tanggungannya, yang mana pihak-pihak tersebut diatur dalam KUHPerdata, yaitu dalam Pasal 1367 ayat (2) hingga (4) serta Pasal 1368 dan Pasal 1369.
Adapun, terdapat batasan pada pembebanan vicarious liability, yaitu selama pihak yang bertanggung jawab atas orang yang berada dalam tanggungannya yaitu orang tua, guru sekolah atau kepala tukang dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang berada dalam tanggungannya.
Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya diperlukan untuk membantu kami lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel.
Demikian sobat uraian artikel kali ini tentang AJH Center: Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana. Seluruh informasi hukum yang ditulis dalam artikel oleh penulis, semata-mata untuk tujuan Informasi dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer selengkapnya). Semoga bermanfaat.
Dasar Hukum
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk Wetbook voor Indonesie, (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).
Referensi
[1] Krisnadi Nasution, “Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Penumpang Bus Umum”, Mimbar Hukum, Volume 26-No. 1, Februari 2014, halaman 57.
[2] Anita Mihardja, Cynthia Kurniawan, Kevin Anthony, “Vicarious Liability: Perspektif Masa Kini”, Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan, Vol.8-No.1, Februari 2020, halaman 73.
[3] Krisnadi Nasution, supra note nomor 1, halaman 59
[4] Anita Mihardja, Cynthia Kurniawan, Kevin Anthony, supra note nomor 2.